Senin, 03 April 2017

3 Faktor dalam Berdo'a

gambar via Unsplash by Emma van Sant
Siapa yang tidak pernah berkomunikasi dengan Tuhannya? Tidak ada. Bahkan seorang yang mengakui atheis pun saya yakini ia pernah melakukan komunikasi antara dirinya dengan Sang Pencipta.
Cara berkomunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Nyeletuk, bergumam, mendengus, kesal, ramah, tersenyum, ritual ibadah dan beragam cara yang selalu dilakukan oleh manusia, disadari ataupun tidak, terjadwal atau tidak.
Dalam islam, kita mengenal ibadah lima waktu yang disebut Shalat. Shalat lima waktu menjadi salah satu sandaran manusia untuk berhubungan dengan Allah. Shalat lima waktu merupakan ibadah wajib yang mesti dilaksanakan oleh kaum muslimin sebagai upaya pernghormatan, pemuliaan dan wujud rasa syukur atas segala karunia-Nya. Selain shalat lima waktu, umat islam bisa juga menambahkan shalat-shalat sunnah dalam rangka menjalin hubungan dengan Tuhannya. Biasanya selesai shalat seseorang akan menengadahkan tangannya sedikit ke atas dan mengungkapkan apa yang ia harapkan, rindukan, diinginkan, bahkan tidak jarang dengan nada memaksa.
Berdo’a, itulah nama yang kita kenal untuk menggambarkan proses memohon yang lebih intim antara mahluk dengan penciptanya. Selepas shalat, umat islam memanjatkan do’a kepada Allah.
Berdo’a menurut saya bisa disebut sebagai proses komunikasi. Di dalam do’a seseorang mengutarakan keinginan untuk dirinya, orang tuanya, hari esok, rezeki dan lain sebagainya. Kebanyakan orang berdo’a hanya sehabis shalat saja, tetapi sejatinya berdo’a itu adalah pekerjaan tiga organ tubuh yang utama, yaitu : hati, lisan, dan badan.
Seperti diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi, K.H Syukriadi Sambas dalam selembar kertas ujian akhir semester bahwa berdo’a adalah pekerjaan hati, lisan dan badan. Ketiga organ tubuh utama manusia itu melakukan hal-hal yang memungkinkan untuk membuat do’a itu dikabulkan ataupun ditolak bahkan dapat menimbulkan do’a yang baru.
Dalam pekerjaan badan misalnya, badan beraktifitas sehari-hari –perilaku- memperlihatkan apakah senandung-senandung do’a yang terucap itu memang benar-benar dibutuhkan dan akan memberi manfaat bagi si pemunajat do’a itu sendiri.
Kemudian hati, organ tubuh manusia tempat mengetahui kebaikan ini juga menjadi salah satu faktor penentu dan penguat do’a yang dipanjatkan. Bila hati meyakini apa yang dipanjatkan, insya allah do’a yang diungkapkan dalam munajat siang-malam akan terkabul. Allah tidak pernah menyalahkan manusia yang ragu pada do’anya, tetapi sedikit keraguan dapat membatalkan semuanya.
Lalu yang paling sulit untuk ditahan agar tidak nyeleneh adalah lisan. Pepatah yang mengatakan lisan adalah pedang tanpa mata memang benar adanya. Kaum muslimin sering melupakan hal ini. Usai shalat ia memanjatkan hal-hal yang ia rindukan, tetapi dalam perkataan sehari-harin ia tidak mampu menjaga perkataannya dan mengumpat karunia Tuhan, tidak jarang pula mengucapkan umpatan. Hal ini dapat menjadi bomerang tersendiri bagi si pemunajat do’a, sebab umpatan-umpatan tak terkendali itu sebenarnya menjadi do’a tanpa ia sadari.
Berdo’a adalah salah satu ritual sakral dan proses komunikasi seorang hamba kepada Tuhannya. Ketiga faktor di atas adalah media berdo’a seorang hamba pada tuhannya, Jadi alangkah lebih baik jika ketiga organ tubuh utama manusia yang telah penulis sebutkan di atas dijaga dengan baik agar tidak terlalu sering keluar dari etika manusia terhadap Tuhannya.

Sedikit banyaknya celetukan-celetukan manusia dalam kehidupan sehari-harinya menjadi do’a yang tak terduga.

Bagikan

Jangan lewatkan

3 Faktor dalam Berdo'a
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.