Nun, Walqalami wama Yasturuun
Nun,
Demi Qalam dan apa yang mereka tuliskan… (Q.S Al-Qalam)
Ayat
ini mungkin tak asing bagi sebagian orang, khususnya mereka yang bergelut di
dunia tinta dan kertas. Kuli Tinta, begitulah ungkapan yang cukup pantas untuk
disematkan kepada mereka yang bergelut di dunia jurnalistik. Dunia jurnalistik
adalah dunia yang erat kaitannya dengan tulis dan baca. Mereka ibarat langit
dan bumi yang tak bisa dipisahkan. Menjadi seorang jurnalis adalah pekerjaan
yang teramat mudah. Sejak sekolah dasar, setiap kepala sudah diajarkan untuk
menulis, membaca dan mengabarkan, bahkan sebelum memasuki jenjang sekolah
dasar, beberapa orang tua mulai mengajari anak mereka menjadi seorang
‘jurnalis’. Dunia jurnalistik sangat dekat dengan kita, dimanapun, kapanpun dan
bagaimanapun.
Dua
ayat yang saya sajikan di atas memuat tentang menulis atau menjadi jurnalis
–setidaknya itulah kesimpulan pertama saya. Dalam buku Jurnalisme Universal,
Suf Kasman, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Al-Qalam adalah mereka yang menulis/jurnalis, sedangkan nun adalah tinta. Kegiatan jurnalistik
erat kaitannya dengan menulis, menulis hampir selalu membutuhkan tinta, sebab
tinta adalah senjata gerombolan pemantik cahaya ini. Menjadi jurnalis merupakan
pekerjaan yang mudah, siapapun dari kita adalah jurnalis, dimanapun, dan
bagaimana pun keadaannya.
Pekerjaan
seorang jurnalis adalah mencatat, menulis dan mengabarkan. Sungguh, pekerjaan
ini adalah satu-satunya pekerjaan yang asyik tapi tak mengenal waktu, menguras
pikiran dan tenaga, sesekali menguras dompet. Pekerjaan ini memang mudah, bila
belum masuk pada profesionalisme, lain halnya bila sudah professional. Tetapi,
di sini saya tidak akan membahas tentang kiat-kiat menjadi seorang jurnalis
professional yang patuh peraturan dan disiplin.
Mencatat,
menulis dan mengabarkan mesti dan selalu harus dihubungkan dengan membaca.
Tulisan seorang jurnalis mesti dibaca, karena tulisan yang belum pernah dibaca
takkan pernah diketahui keberadaannya serta informasi yang terkandung di dalamnya.
Mustahil Aristoteles akan dikenal saat ini bila tulisannya tidak pernah dibaca
oleh siapapun. Menulis mesti dan selalu berhubungan dengan membaca, keduanya
ber-simbiosis mutualisme ria. Pada proses inilah, tulisan seorang jurnalis akan
mengalami fase paling menentukan. Pada fase pembacaan ini, seorang pembaca akan
mengalami internalisasi nilai-nilai kebaikan dan keburukan dalam dirinya
sebelum mengambil sikap terhadap sebuah tulisan. Tulisan yang berisi kebaikan
tidak selamanya berdampak baik, tetapi tulisan yang berisi keburukan tetap
berjalan di jalurnya.
Dampak
sebuah tulisan memang berada jauh di luar jangkauan seorang jurnalis, sehebat
apapun. Karena mereka tidak mengenal pembacanya satu persatu. Begini, tulisan seorang
jurnalis yang telah disebarkan dan dibaca khalayak, entah mengandung kebaikan,
keburukan atau keduanya sekaligus, akan menghadirkan kebaikan dan keburukan. Tulisan
yang berisi pemikiran akan mencerahkan bagi yang menyetujuinya, tulisan yang
berisi keburukan atau sesuatu yang menyesatkan akan menimbulkan keburukan bagi
yang mengamininya. Tulisan selalu mesti dibaca, agar tak sia-sia dan menjadi
pahala berkepanjangan bila itu baik. Baik dan buruk adalah dua hal abstrak.
Baik dan buruk merupakan dampak/efek dari tulisan seseorang. Meski begitu, Keduanya
telah menjadi resiko dalam pekerjaan apapun bahkan jurnalis. Jika seseorang
menuliskan kebaikan, kemudian dibaca, diamini dan diekspresikan oleh seseorang
maka akan menimbulkan sebuah kebaikan. Tulisannya akan senantiasa menjadi sebuah
tabungan kebaikan. Sebaliknya, bila tulisan berisi keburukan, diamini,
diimplementasikan dan menimbulkan keburukan. Tulisannya akan senantiasa menjadi
tabungan dosa. Baik dan buruk dampak yang ditimbulkan merupakan resiko lain yang
harus dihadapi dalam pekerjaan asyik ini, tinggal bagaimana sikap setiap calon
jurnalis dan jurnalis betulan dalam menyajikan
sebuah informasi kepada khalayak.
Konsekuensi
di atas mudah sulit untuk dihadapi, akan tetapi tidak mustahil untuk dilakukan.
Setiap jurnalis pasti mampu menyajikan beragam kebaikan dan pencerahan dalam tulisannya.
Ucapan seseorang yang berisi keburukan akan menjadi baik apabila dikemas secara
cantik oleh seorang jurnalis, sebab tugas seorang jurnalis tidak hanya membiarkan
informasi secara telanjang diterima masyarakat, tetapi sekali lagi, dikemas
secara cantik, dengan bahasa yang tidak provokatif.
Jika
jurnalis menghadirkan kebaikan di tengah masyarakat, ia adalah pemantik cahaya.
Anda setuju?
Bagikan
Jurnalis : Pemantik Cahaya
4/
5
Oleh
Unknown